Saatnya Menelanjangi Segala Dosa Final Piala AFF 2010

Final Piala AFF 2010 rasanya akan menjadi pertandingan Timnas Indonesia yang sulit dilupakan masyarakat pencinta sepakbola nasional. Saat itu adalah momen terbaik sekaligus terburuk Timnas Indonesia, setidaknya dalam satu dekade terakhir. Karenanya ketika Andi Darussalam Tabusalla menyibak sedikit tabir yang terjadi kala itu, emosi sejumlah pendukung Timnas kembali terkoyak.


ADS mengungkapkan ada oknum dari Malaysia mengatur skor saat timnas Indonesia menghadapi Malaysia pada final Piala AFF 2010. Mantan manajer tim nasional (timnas) Indonesia, Andi Darussalam Tabusala (ADS), akhirnya buka suara terkait adanya pengaturan skor yang terjadi di final Piala AFF 2010. Ketika itu, Indonesia memang kalah agregat gol dari Malaysia dalam final yang digelar dua leg.
Saatnya Menelanjangi Segala Dosa Final Piala AFF 2010Pada leg pertama, Indonesia yang bertandang lebih dulu ke kandang Malaysia, secara mengejutkan tumbang dengan skor 3-0. Padahal, ketika itu, Indonesia diunggulkan atau setidaknya bisa menahan imbang tuan rumah. Mengingat, pada fase grup tim Merah Putih berhasil menang dengan skor telak 5-1.

Pada acara Mata Najwa, Rabu (19/12), Andi Darussalam diajak buka-bukan soal pengaturan skor yang terjadi di sepakbola Indonesia selama ini. Pria yang akrab disapa ADT atau ADS ini kerap disebut sebagai godfather-nya mafia sepakbola Indonesia. Najwa Shihab selaku host acara ini pun meminta ADT memberikan jawaban atas pertanyaan, "Apakah [pada] final Piala AFF 2010, Indonesia sengaja mengalah dari Malaysia?"
ADT awalnya tidak ingin menjelaskan secara detail tentang segala tuduhan yang dialamatkan padanya, dimulai dari keterlibatannya mengatur pertandingan di sepakbola nasional. Sebaliknya, dirinya siap membantu instansi berwenang untuk memberantas mafia sepakbola.

Soal Piala AFF 2010, ADT dianggap jadi sosok yang tahu betul apa yang terjadi ketika itu.

Indonesia beringas sejak fase grup hingga semifinal. Bahkan Indonesia membantai Malaysia 5-1 di fase grup. Ditotal, Indonesia mencetak 13 gol dan hanya kebobolan 2 gol. Namun Indonesia tak berdaya di final leg pertama dan kalah 0-3 dari Malaysia. Ada sejumlah kejanggalan pada laga itu. Kecurigaan itu menyeruakkan isu bahwa pemain dan sejumlah pihak yang ada di Timnas Indonesia "menjual" pertandingan kepada Malaysia.
Akan tetapi hampir semua pemain membantah adanya match-fixing. Padahal ada juga pernyataan sang pelatih, Alfred Riedl, yang mengatakan bahwa ada pengurus PSSI yang masuk ke ruang ganti timnas dengan tujuan merencanakan sesuatu. Riedl saat itu geram bukan main karena jelang final pun timnya dipolitisasi. Sampai akhirnya isu pengaturan skor mencuat.
Pernyataan Riedl dibantah salah satu pemain andalan Timnas Indonesia kala itu, Bambang Pamungkas. Bahkan legenda Persija Jakarta ini mengatakan bahwa tidak ada pengaturan skor di laga itu. Dirinya justru menantang siapapun yang punya prasangka tersebut untuk membuktikan perkataannya.
"Beribu kali saya ditanya [soal pengaturan pertandingan di final Piala AFF 2010], saya katakan tidak [ada]," ujar Bepe pada acara Battle of Life. "Dasar dari prasangka atau kejadian yang disangkakan, tidak terjadi ketika itu. Jadi kalau dasarnya mereka bilang Ketua Umum (PSSI), manajer, big boss, masuk ke ruang ganti dalam istirahat pertandingan, itu tidak pernah terjadi. Sumpah demi apapun. Anda bisa tanya ke-30 pemain yang ada di dalam ruangan ketika itu."
"Tapi kalau mereka memiliki dasar lain, misalnya, `orang ada rekaman video-nya, kok, orang ada rekaman teleponnya, kok`. Nah, saya tertarik. Mari kita buktikan bersama. Kalau ada yang punya bukti baru, mari kita buka sama-sama. Karena aib ini yang menanggung seluruh tim. Saya, misalnya, bukan gak pengen ini diungkap, kalau memang benar-benar itu terjadi. Tapi selama samar-samar seperti ini, seluruh anggota tim yang menanggung semua ini. Kalau ada yang bawa bukti, membawa ke polisi, kemudian ketangkep satu-dua-tiga-empat-lima orang, ya biar mereka yang tanggung. Pemain yang gak melakukan itu, bersih."
"Jadi sebenarnya kita (semua pemain) pun ingin masalah ini segera terselesaikan. Tapi kalau setiap kali dasarnya cuma `dia` masuk ruang ganti, saya bisa jamin, itu gak ada. Stadion Bukit Jalil itu bukan stadion kampung, ada CCTV di sana. Cek CCTV, [itu] gak terjadi," sambungnya.
Firman Utina, yang gagal mengeksekusi penalti, juga menambahkan: "Pertandingan memang saya akui berjalan tidak sesuai dengan perkiraan. Kami kemasukan dengan cepat. Memang ada beberapa kejadian yang boleh dibilang mengherankan. Tetapi ya, mungkin saat itu memang bukan rezeki kami. Saya pernah bilang ke Bepe ‘Gua bersumpah kalau memang gua terlibat suap, karier gua setelah ini (Piala AFF 2010) bakal hancur. Dan gua memohon keadilan kepada Allah jika yang memang terlibat suap, maka karier dia yang akan hancur setelah ini’."
Dengan segala bantahan para pemain yang terlibat, tudingan adanya pengaturan skor pada laga final 2010 mengambang, tapi tetap tak bisa dilupakan. Sampai akhirnya Andi Darussalam yang saat itu menjabat sebagai manajer Timnas mengatakan pada acara Mata Najwa, bahwa dia tak terlibat dalam pengaturan skor, tapi dia kemudian mengetahui bahwa ada sejumlah pemain Timnas yang "bermain".

Pernyataan Andi Darussalam dan Komitmen Kapolri

"Saya katakan, setelah pertandingan ada ramai orang membicarakan bahwa pertandingan itu diatur. Tapi saya yakin bahwa saya `dimainkan`. Setahun kemudian saya ketemu dengan orang Malaysia, dia bilang harus pakai cara itu untuk kalahkan Indonesia. Memang ada yang janggal ketika itu. Tidak ada bukti, tetapi saya bisa lihat proses gol," tutur eks Direktur Badan Liga Indonesia ini.
"Maman [Abdurrahman] harusnya melepas bola jadi offside tapi dia ngasih kesempatan lawan untuk mengambil bola dan mengumpan kemudian jadi gol pertama," lanjutnya.
Secara eksplisit ADT memberi tahu bahwa kejanggalan di Bukti Jalil ada kaitannya dengan pengaturan pertandingan. Terlepas dari pengakuannya yang mengatakan dia dan "bos"-nya (Nirwan bakrie) tidak terlibat, perkataannya menjadi bukti sahih bahwa laga itu memang sesuai kecurigaan publik.

Setelah acara Mata Najwa ADT menyebut jika pihak yang dicurigai sebagai pengatur (fixer) adalah seorang perempuan yang tidak ingin dia sebutkan namanya kepada publik, tapi kepada kepolisian. ADT hanya mengatakan jika fixer adalah perempuan, bukan pengurus PSSI, tidak paham sepakbola, dan diduga bisa masuk untuk mengajak "bermain" di hotel tempat para pemain timnas menginap.
Piala AFF 2010 adalah momen kebanggaan negara, bukan hanya sepakbola. Momentum paling dekat juara (Asia Tenggara) ya mungkin hanya saat itu saja yang benar-benar realistis, terutama secara kualitas tim. Markus Horison, Maman Abdurrahman, Cristian Gonzáles, Oktovianus Maniani, Firman Utina, Ahmad Bustomi, dan Irfan Bachdim sedang bagus-bagusnya.
Saat itu juga semua orang yang tak suka sepakbola, pada ikut membicarakan sepakbola. Selain karena ada faktor Bachdim, Twitter dan media sosial lainnya juga baru menjadi tren sehingga isu timnas, sepakbola, dan AFF 2010 mudah naik dan menjadi perbincangan khalayak.
Puluhan ribu masyarakat Indonesia rela terbang ke Malaysia untuk menyaksikan final legpertama. Lagi-lagi, banyak dari mereka yang kemarin sore, yang masih wangi, bukan hanya yang fanatik; itu adalah momen persatuan segala jenis suporter Indonesia, benar-benar bhinneka tunggal ika.
Semua elemen juga berlomba-lomba untuk "memanfaatkan" para pemain Timnas Indonesia. Nirwan Bakrie sampai mengadakan pengajian jelang final. Ada rasa optimisme Indonesia bisa kembali mengulang kemenangan seperti pada laga pembuka grup di mana Indonesia menumbangkan Malaysia 5-1. Piala AFF 2010 bisa menjadi titik balik sepakbola Indonesia.
Begitu kalah secara telak, tentu mengejutkan. Ditambah sejumlah kejanggalan khususnya pada proses kebobolan-kebobolan Indonesia, plus kegagalan Firman Utina mengeksekusi penalti, isu Indonesia sengaja mengalah mencuat. Apalagi muncul juga kabar bahwa ada "surat kaleng" yang ditujukan pada Presiden Indonesia ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono, yang berisi tentang pengakuan adanya suap yang melibatkan pemain timnas sehingga Indonesia gagal juara. Namun isu yang berkembang justru soal laser yang menyoroti mata kiper Timnas, Markus Horison, sebagai biang kerok kekalahan Indonesia.
ADT sudah mengeluarkan pernyataan di Mata Najwa, ditambah lagi kesiapan Kapolri, yakni Tito Karnavian, yang telah membentuk Satgas khusus memberantas mafia sepakbola Indonesia, juga disaksikan Menpora, Imam Nahrawi.
Sekarang semua orang akan menunggu tindak lanjut itu. Bagaimanapun Final Piala AFF 2010 bukan sekadar masa lalu yang begitu saja bisa dilupakan. Final AFF 2010 ini tidak akan pernah basi karena terlalu menyakitkan bagi Indonesia. Publik tentunya jengkel betul mengetahui bahwa kans terbesar Indonesia menjuarai Piala AFF nyatanya digagalkan oleh pemain(-pemain) Indonesia yang melacurkan diri demi kepentingan pribadi.
Dari situ juga bisa jadi pintu penuntas segala keresahan publik tentang praktik pengaturan skor di sepakbola nasional. Nama-nama yang diduga terlibat praktik kotor ini satu per satu dibeberkan. ADT yang dianggap sebagai pemegang kunci kebusukan sepakbola Indonesia ini mengatakan siap memberikan keterangan sedetail-detailnya pada kepolisian. Sungguh keterlaluan jika isu ini lagi-lagi hanya jadi isu numpang lewat semata seperti yang sudah terjadi tahun-tahun sebelumnya.
Kini dengan pernyataan ADT dan komitmen Kapolri, dengan berjuta-juta pasang mata yang menyaksikan Mata Najwa sebagai saksi, itu sudah cukup jadi pengikat janji antara pihak kepolisian dengan masyarakat untuk menelanjangi segala dosa yang ada di final Piala AFF 2010 sebuah momen pengkhianatan bangsa.

Sumber : Fandi Football

Comments